Rabu, 04 November 2009

Mengukur Keadaan Ekonomi Masyarakat

Dalam rangka mengurangi beban hidup masyarakat golongan bawah, pemerintah berencana untuk menjalankan berbagai program bantuan untuk kalangan tersebut. Apakah bantuan tersebut memang diperlukan, dan kalangan masyarakat manakah yang perlu didahulukan ?

Harga komoditas pangan mengalami kenaikan yang cukup signfikan pada awal tahun ini. Keadaan ini sudah barang tentu membebani keadaan ekonomi sebagian besar masyarakat kita. Rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM dalam waktu dekat bisa dipastikan akan semakin menambah beban hidup kalangan masyarakat tersebut.


Untuk mengantisipasi dampak sosial dan ekonomi dari rencana kenaikan harga BBM, pemerintah sedang menyusun program yang secara umum ditujukan terutama bagi mereka yang berada di kalangan berpendapatan terbawah.

Dalam pemberitaan media disebutkan pemerintah menyiapkan program kompensasi dengan total anggaran mencapai 84 triliun rupiah. Sekitar 24 triliun dari jumlah tersebut dialokasikan sebagai dana program kompensasi tambahan yang berbentuk subsidi minyak goreng – kedelai dan bantuan langsung tunai (BLT). Khusus untuk BLT, anggaran yang dialokasikan pemerintah berkisar antara 11 – 13 triliun rupiah.

Namun, tidak sedikit pendapat kontra yang muncul berkaitan dengan rencana pemerintah membagikan BLT. Beberapa alasan diantaranya adalah bantuan ini tidak memberdayakan dan tidak tepat sasaran.

Apakah masyarakat bawah benar-benar membutuhkan bantuan pemerintah ?

Masyarakat Jawa dan Luar Jawa

Untuk mendapatkan gambaran mengenai keadaan perekonomian masyarakat, Danareksa Research Institute (DRI) melakukan survei kepercayaan konsumen. Survei tersebut dilakukan setiap bulan di enam propinsi di Indonesia (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan). Survei ini dilakukan dengan wawancara tatap muka langsung. Sampel dipilih secara acak di kota, pinggir kota, maupun wilayah pedesaan di enam propinsi teresebut.

Dari hasil survei disusun Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK), yang menggambarkan keadaan ekonomi masyarakat. IKK dapat pula dipecah berdasarkan wilayah tempat tinggal, tingkat pendapatan, jumlah pengeluaran rumah tangga responden, maupun kombinasi dari aspek – aspek tersebut.

IKK terus bergerak dalam tren yang menurun sejak akhir 2007. Pada bulan April 2008, IKK berada di level 75.0. Ini merupakan level terendah IKK sejak bulan November 2005. Penurunan nilai terendah IKK sepanjang sejarah survei dilakukan (sejak 1999) terjadi pada bulan Oktober dan November 2005. Ini berarti, IKK pada bulan April 2008 merupakan level terendah ketiga sejak tahun 1999. Hal ini menunjukkan tekanan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat akibat kenaikan harga yang berlangsung akhir-akhir ini, nyaris setara dengan tekanan yang disebabkan oleh kenaikan BBM pada bulan Oktober 2005 yang lalu.

Sementara itu, berdasarkan daerah (Jawa dan luar Jawa) pergerakan IKK menunjukkan bahwa masyarakat di luar Jawa lebih cepat pulih dari dampak kenaikan harga BBM di bulan Oktober 2005. Masyarakat luar Jawa pun tampaknya lebih tahan terhadap dampak negatif dari kenaikan harga kebutuhan pokok yang terjadi akhir-akhir ini. Hal ini terlihat dari lebih cepatnya kenaikan IKK masyarakat di luar Jawa dibandingkan dengan IKK masyarakat di pulau Jawa. Pasca kenaikan harga BBM Oktorber 2005 IKK luar Jawa bahkan sempat naik hingga mencapai level 97.6 pada bulan Agustus 2006, atau hampir menyentuh level psikologis 100 (Gambar 1). Hal tersebut memberi indikasi bahwa masyarakat di luar Jawa dapat lebih cepat menyesuaikan diri terhadap tekanan kenaikan harga dibandingkan dengan mereka yang hidup di Jawa. Kenaikan harga komoditi akhir – akhir ini mungkin memberikan keuntungan tersendiri bagi mereka yang hidup di luar Jawa, yang pada akhirnya mengurangi tekanan ekonomi sebagai akibat dari kenaikan harga – harga kebutuhan lainnya.

Berdasarkan tingkat pengeluaran, mereka yang memiliki pengeluaran di antara 500,000 rupiah – 1,500,000 rupiah per bulan tampak sama tertekannya dengan mereka yang memiliki tingkat pengeluaran di bawahnya. Hal ini terlihat dari IKK dari kedua golongan tersebut yang bergerak hampir selalu beriringan (Gambar 2). Artinya, rentang kalangan yang semakin sensitif terhadap naik turunnya kondisi perekonomian sepertinya semakin lebar.

Gambar 2 juga memperlihatkan bahwa mereka yang memiliki pengeluaran di atas 1,500,000 per bulan pada mulanya memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap tekanan kenaikan harga yang terjadi. Namun, pada saat kenaikan harga terjadi terus menerus (kurang lebih mulai akhir 2007 sampai saat ini), kalangan teratas ini pun menjadi semakin sensitif terhadap gejolak yang terjadi. Hal ini terlihat dari jatuhnya IKK pada bulan April untuk golongan masyarakat ini ke level yang sama dengan masyarakat dengan tingkat pengeluaran di bawahnya.

Penduduk pedesaan lebih terpukul dari penduduk perkotaan ?

Untuk penduduk dengan tingkat pengeluaran di antara 500,000 – 1,500,000 per bulan, sepertinya mereka yang hidup di pedesaan sama sensitifnya (terhadap naik turunnya kondisi perekonomian) dengan mereka yang hidup di perkotaan. IKK penduduk desa dan kota untuk masyarakat dengan tingkat penghasilan tersebut terlihat bergerak dalam level yang relatif sama dan cenderung menurun akhir-akhir ini (Gambar 3). Artinya, kedua kalangan tersebut merasakan tekanan yang hampir sama.

Hal yang agak berbeda terlihat pada masyarakat dengan pengeluaran sampai dengan 500,000 per bulan (Gambar 4). Pergerakan IKK di wilayah desa dan perkotaan menunjukkan bahwa sensitifitas kalangan masyarakat golongan ini relatif sama antara di desa dan di kota. Namun, pada waktu – waktu tertentu, persepsi masyarakat pedesaan dari kalangan ini lebih baik dibandingkan dengan mereka yang hidup di perkotaan. Seperti diperlihatkan oleh hasil survei bulan April 2008 lalu, IKK masyarakat miskin pedesaan mengalami sedikit peningkatan, di saat IKK masyarakat miskin di perkotaan masih mengalami penurunan signifikan. Kenaikan ini terutama berhubungan dengan terjadinya musim panen beras di bulan Maret-April lalu. Musim panen beras yang relatif baik pada tahun ini tampaknya memberi tambahan pendapatan bagi kalangan miskin di pedesaan. Hal ini kemungkinan besar tidak dapat dinikmati oleh masyarakat miskin perkotaan, karena sebagian besar pekerjaannya tidak berhubungan dengan sektor pertanian.

Perlu prioritas

Penurunan yang terjadi pada IKK menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia sedang menghadapi tekanan berat, terutama akibat kenaikan harga bahan makanan yang telah berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Masyarakat yang merasakan dampak negatif ini pun semakin lama semakin meluas. Melihat keterbatasan yang dihadapi pemerintah, rasanya sulit program kompensasi yang direncanakan akan mampu menjangkau semua kalangan sekaligus. Mau tidak mau, pemerintah perlu membuat prioritas dengan mendahulukan mereka yang benar–benar terkena pukulan terberat akibat kenaikan harga – harga yang sudah terjadi, dan akan semakin terpukul oleh kenaikan harga BBM.

Diskusi di atas menunjukkan bahwa prioritas pertama yang dapat diambil adalah dengan mendahulukan program kompensasi bagi masyarakat miskin yang tinggal di pulau Jawa. Masyarakat miskin perkotaan tampaknya harus didahulukan dari masyarakat miskin pedesaan. Setelah itu, masyarakat miskin pedesaan pun harus diperhatikan, mengingat mereka pun termasuk kalangan yang paling terpukul oleh kenaikan harga yang telah terjadi cukup lama.

Walaupun demikian, pemerintah sepatutnya tidak melupakan kalangan menengah yang tidak memperoleh kompensasi langsung dari rencana kenaikan harga BBM. Mengendalikan inflasi agar suku bunga pinjaman tetap rendah serta menjaga dan mendorong iklim investasi yang kondusif di sektor padat kerja akan dapat membantu kalangan menengah yang umumnya beraktivitas di sektor ini.


Indeks Kepercayaan Konsumen Jawa vs Luar Jawa

Indeks Kepercayaan Konsumen Berdasarkan Pengeluaran

Indeks Kepercayaan Konsumen Berdasarkan Pengeluaran

Indeks Kepercayaan Konsumen Berdasarkan Pengeluaran


oleh Bramanian Surendro
dimuat di harian Kompas tanggal 19 Mei 2008

Koperasi Pilar Perekonomian Masyarakat

Keberhasilan suatu usaha sangat ditentukan oleh oleh kemampuan seseorang / sekumpulan orang dalam mengidentifikasi peluang dan tantangan yang dihadapi, tentunya dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber daya, faktor sosial dan kekuatan finansial yang dimiliki.
Bila usaha ini dilakukan oleh perorangan maka kelembagaan bukan hal yang penting, sebab dampak maupun hasil yang dicapai berorientasi pada kepentingan individu. Kelembagaan menjadi sangat penting bila usaha tersebut dilakukan bersama oleh banyak orang dan berdampak luas pada sumber daya alam serta lingkungan social, yang tentunya memerlukan sebuah sistem pengaturan dalam membangun tata nilai bersama. Sebagai contoh, diwilayah kabupaten Konawe Selatan telah didirikan sebuah lembaga bisnis milik masyarakat yang bernama Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL).
Koperasi ini didirikan pada tanggal 18 maret 2004, dengan badan hukum No. 518.15/DKK/18/III/2004. Inisiatif awal pendirian Koperasi ini adalah untuk menyambut program Social Forestry dengan wilayah kelola yang telah dicadangkan oleh Menteri Kehutanan RI, seluas 38.959 Ha, pada kawasan hutan produksi Kabupaten Konawe Selatan (sesuai surat Menteri Kehutanan No.S.405/Menhut-VII/2004, tanggal 5 Oktober 2004), namun hingga kini izin definitif dari Departemen Kehutanan belum turun, sehingga Koperasi hutan Jaya Lestari melakukan kegiatan pengelolaannya pada hutan milik masyarakat.
Model dan system kerja lembaga ini tergolong unik, sebab SOP dan aturan lainnya disusun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen yang dipadukan dengan kearifan lokal yang telah berakar dimasyarakat Konawe Selatan dan dari hasil analisis kesesuaian karakteristik yang terdiri dari : - karakteristik sumber daya alam - karakteristik individu - karakteristik komunitas - karakteristik aturan pendukung (UU,PP, PerMen & PERDA) Mengapa Harus Koperasi ? Kelompok Social Forestry Konawe Selatan beranggotakan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan. Dengan jumlah anggota yang demikian besar (8.543 KK), maka Koperasi menjadi pilihan tepat bagi anggota kelompok sebagai badan usaha yang mewadahi mereka.
Hal ini dilakukan dengan petimbangan bahwa konsep dasar koperasi kumpulan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dengan model pengambilan keputusan berdasarkan asas musyawarah & mufakat, dan pembagian SHU menggunakan asas pemerataan berdasarkan jasa anggota. Hubungan Kerja Koperasi Hutan Jaya Lestari Dengan Para Pihak (Hubungan Kerja LKAK) Kegiatan apa yang dilakukan Koperasi Hutan jaya Lestari ? Koperasi Hutan Jaya Lestari mempunyai 8 jenis usaha antara lain :
1. Pengelolaan dan pemasaran hasil Hutan
2. Pengelolaan dan pemasaran hasil pertanian
3. Pengelolaan dan pemasaran hasil perkebunan
4. Pengelolaan dan pemasaran hasil Perikanan
5. Pengadaan sarana produksi pertanian
6. Unit simpan pinjam
7. Industry penggergajian kayu
8. Jasa Konstruksi,telekomunikasi dan trsnportasi.
Unsur lain yang terlibat !
Dalam membangun Koperasi Hutan Jaya Lestari, cukup banyak unsur yang terlibat, baik secara langsung maupun tak langsung, antara lain :
1. Jaringan untuk hutan (JAUH-Sultra)
Sebuah konsorsium LSM pemerhati lingkungan dan pemberdayaan masyarakat, yang mendampingi sejak awal inisiatif pendirian Koperasi hingga kini, secara umum kegiatan JAUH-Sultra adalah :
- Memfasilitasi pembentukan dan penguatan kelembagaan
- Mendampingi & megawasi pelaksanaan operasional Koperasi Hutan Jaya Lestari
- Memfasilitasi proses belajar bersama antar pihak dalam program Social Forestry
- Membangun koordinasi, komunikasi dan kerjasama antar pihak baik di Kabupaten, Propinsi, Nasional maupun International.
- Memfasilitasi Proses Sertifikasi Ekolabel
2. Tropical Forest Trust (TFT)
Sebuah lembaga non profit yang mendampingi tata usaha kayu dalam proses pengelolaan hutan berkelanjutan, secara umum kegiatan TFT adalah :
- Memberi pelatihan pengelolaan hutan lestari
- Memfasiliatasi proses Sertifikasi Ekolabel FSC
- Memfasilitasi pemasaran hasil hutan dan penyiapan sarana pendukung lainnya
3. Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten
Dalam pengelolaan hasil hutan tentu tak lepas dari Instansi Kehutanan baik level propinsi maupun kabupaten, secara umum dukungan instansi ini adalah :
- Memfasilitasi percepatan perolehan izin/surat arahan pencadangan lokasi SF dari Menteri Kehutanan
- Melakukan fasilitasi dan Sosialisasi Program Social Forestry bersama tim dari Pokja Social Forestry.
- Melakukan konsultasi, koordinasi, konsolidasi antar instansi terkait di tingkat Propinsi Sulawesi Tenggara.
- Melakukan dukungan program tindak lanjut
4. BPDAS – Sampara
Sebagai instansi konservasi BPDAS-Sampara telah banyak memberikan dukungan a.l :
- Memfasilitasi pengadaan bibit MPTS dan benih jati
- Memberi dukungan finansial pada kegiatan rehabilitasi yang dilakukan KHJL
- Memfasilitasi persemaian partisipatif masyarakat Social Forestry
5. Dan Lembaga-lembaga pendukung lain seperti :
- MFP
-DFID
- JICA
- Telapak
- FWI

PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI MASYARAKAT PEDESAAN BER BASIS AGRIBISNIS

Program terpadu percepatan pembangunan ekonomi masyarakat perdesaan berbasis agribisnis melalui koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah (KUMKM) merupakan hasil kesepakatan enam menteri. Masing-masing adalah Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, serta Menteri Negara Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah.

Program terpadu ini merupakan serangkaian kegiatan percepatan penumbuhan dan pengembangan ekonomi masyarakat perdesaan di bidang agribisnis khususnya pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan melalui pengembangan KUMKM dan peningkatan keterampilan tenaga kerja yang pelaksanaannya dilakukan secara konsepsional, terintegrasi dan berkelanjutan baik dalam penetapan lokasi, penggunaan sumber daya maupun waktu pelaksanaannya

Tujuan dari terpadu ini adalah meningkatkan kesejahteraan dan daya beli masyarakat perdesaan melalui KUMKM, mempercepat pembangunan perdesaan, meningkatkan dan memperluas kesempatan kerja, meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat daerah perdesaan, serta meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari.

Program aksi yang dicanangkan terdiri dari dua bagian, masing-masing adalah program jangka pendek dan program jangka menengah. Program Jangka Pendek (tahun 2005) memuat kegiatan-kegiatan dari masing-masing instansi yang anggarannya telah tersedia dalam anggaran tahun 2005 pada suatu lokasi yang dapat dipadukan menjadi satu program terpadu.

Sedangkan program jangka menengah (2006-2009) disusun secara bersama-sama dengan memadukan masukan dari masing-masing instansi serta dikoordinasikan dengan pihak-pihak lain seperti Bappenas, Departemen Keuangan, dan komisi terkait di DPR-RI. Lokasi prioritas adalah daerah perbatasan, tertinggal, dan daerah miskin.

Peninjauan lapangan
Program aksi yang telah dicanangkan untuk tahun 2005 adalah pemberdayaan masyarakat dan wilayah pesisir di Pulau Gebe, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Untuk itu, pada tanggal 29 Agustus sampai 1 September 2005, dilakukan kunjungan lapangan untuk mengetahui lebih dekat permasalahan yang dihadapi wilayah tersebut, khususnya dengan akan ditinggalkannya Pulau Gebe oleh PT. ANTAM Tbk.

Dari hasil peninjauan lapangan, diperoleh beberapa hal mendasar apabila daerah tersebut akan dikembangkan menjadi daerah perikanan terpadu. Pertama, permasalahan yang sangat mendesak untuk ditanggulangi antara lain kendala ketersediaan BBM serta adanya illegal fishing oleh kapal-kapal Filipina yang beroperasi di perairan teritoral Indonesia.

Harga BBM di daerah ini cukup tinggi, yakni mencapai Rp 5.000 per liter. Oleh karena itu, diharapkan Departemen Kelautan dan Perikanan dapat memfasilitasi pengadaan BBM dengan harga subsidi atau paling tidak harga full konsumen. Menurut informasi yang disampaikan Bupati Halmahera Tengah, depo Pertamina yang memungkinkan dapat mensuplai kebutuhan BBM untuk Pulau Gebe berasal dari depo Pertamina di Sorong.

Kedua, untuk mendukung rencana usaha perikanan terpadu di Pulau Gebe, Departemen Kelautan dan Perikanan telah membangun Pusat Pendaratan Ikan Pulau Gebe melalui dana dekonsentrasi pada Dinas Perikanan dan Kelautan Maluku Utara. Untuk makin mendukung rencana pengembangan bisnis perikanan terpadu tersebut, Departemen Kelautan dan Perikanan diharapkan dapat membantu pengadaan kapal penangkap ikan untuk digunakan nelayan.

Ketiga, terbatasnya kapal pengangkut ikan beku menyulitkan pengiriman ikan keluar Pulau Gebe dan juga menyulitkan pengadaan barang atau bahan produksi (karton box, plastik pembungkus, suku cadang, dan Iain-lain). Oleh karena itu, Departemen Perhubungan diharapkan dapat menyediakan membuka jalur transportasi laut, dan atau bersama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dapat menyediakan kapal perintis khususnya untuk mengangkut hasil laut yang dilengkapi dengan Cold Storage yang secara reguler singgah di sentra perikanan, termasuk di Pulau Gebe.
Sumber : Gema Mina Ditjen P. Tangkap

Pemberdayaan Masyarakat Desa

Pembangunan Perekonomian Nasional Melalui Pemberdayaan Masyarakat Desa


Sejak pemerintahan Orde Baru sampai sekarang, gonjang-ganjing mengenai peningkatan taraf hidup petani di pedesaan selalu mengalami dinamika. Apapun kebijakan pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup petani, seringkali menuai kritikan dan kontroversi dari berbagai pihak. Banyak kalangan yang mengatakan petani sebagai "wong cilik" yang kehidupannya semakin tertindas dan harus menjadi tumbal atas kebijakan perekonomian pemerintah. Kita lihat kembali bagaimana kebijakan penentuan harga dasar gabah, pengurangan subsidi pupuk, mahalnya harga bahan bakar dan baru-baru ini kebijakan import yang dirasa tidak berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan petani.
Disisi lain, pembangunan nasional juga menciptakan kesenjangan antara desa dan kota. Banyak peneliti yang sudah membuktikan bahwa pembangunan semakin memperbesar jurang antara kota dan desa. Sangat disadari, negara berkembang seperti Indonesia mengkonsentrasikan pembangunan ekonomi pada sektor industri yang membutuhkan investasi yang mahal untuk mengejar pertumbuhan. Akibatnya sektor lain seperti sektor pertanian dikorbankan yang akhirnya pembangunan hanya terpusat di kota-kota. Hal ini juga sesuai dengan hipotesa Kuznets, bahwa pada tahap pertumbuhan awal pertumbuhan diikuti dengan pemerataan yang buruk dan setelah masuk pada tahap pertumbuhan lanjut pemerataan semakin membaik. (Todaro, 2000) Faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan tersebut antara lain karena perbedaan pendidikan, ketersediaan lapangan pekerjaan, infrastruktur investasi, dan kebijakan (Arndt, 1988).

Dewasa ini, telah banyak para ahli pembangunan masyarakat pedesaan yang mengangkat permasalahan ini ke permukaan. Karena sesungguhnya yang terjadi petani tetap miskin, sebab persoalan yang berkaitan dengan produksi seperti kapasitas sumber daya manusia, modal, dan kebijakan tetap sama dari tahun ke tahun walaupun bentuknya berbeda. Studi mengenai kemiskinan pedesaan oleh Sarman dan Sajogyo (2000) menunjukkan bahwa untuk daerah pedesaan di Sulteng mencapai 48,08% sementara untuk perkotaan sekitar 12,24%. Studi ini menggunakan pendekatan jisam (kajian bersama) sehingga kriteria kemiskinan sangat lokalistik berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan kepemilikan masyarakat.

Banyak proyek/program pemerintah yang sudah dilakukan untuk mendorong pembangunan perekonomian masyarakat pedesaan. Proyek/program tersebut dilakukan masing-masing departemen maupun antar departemen. Pada umumnya proyek-proyek yang digulirkan masih pada generasi pemberian bantuan fisik kepada masyarakat. Baik berupa sarana irigasi, bantuan saprotan, mesin pompa, pembangunan sarana air bersih dan sebagainya. Kenyataannya, ketika proyek berakhir maka keluaran proyek tersebut sudah tidak berfungsi atau bahkan hilang. beberapa faktor yang mempengaruhi kegagalan proyek tersebut antara lain, yaitu: (1) ketidaktepatan antara kebutuhan masyarakat dan bantuan yang diberikan (2) paket proyek tidak dilengkapi dengan ketrampilan yang mendukung (3) tidak ada kegiatan monitoring yang terencana (4) tidak ada kelembagaan di tingkat masyarakat yang melanjutkan proyek.

Belajar dari berbagai kegagalan tersebut, generasi selanjutnya proyek-proyek mulai dilengkapi dengan aspek lain seperti pelatihan untuk ketrampilan, pembentukan kelembagaan di tingkat masyarakat, keberadaan petugas lapang, melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Atau dengan kata lain beberapa proyek dikelola dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, hasil proyek lebih lama dimanfaatkan oleh masyarakat bahkan berkembang memberikan dampak positif.

Pemberdayaan adalah bagian dari paradigma pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipil dari manusia di lingkungannya yakni mulai dari aspek intelektual (Sumber Daya Manusia), aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial. Aspek-aspek tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi aspek sosial-budaya, ekonomi, politik, keamanan dan lingkungan.

Telaah lebih lanjut paper ini adalah bagaimanakah peran pemberdayaan masyarakat desa dalam program-program pemerintah untuk peningkatan pendapatan. Kemudian seberapa besarkah kegiatan ekonomi masyarakat desa mendukung perekonomian nasional. Topik tersebut masih relevan untuk dibahas bagi agenda pembangunan ekonomi Indonesia ke depan, mengingat keberadaan masyarakat desa dari sisi kualitas dan kuantitas menjadi peluang dan tantangan.

Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan

Salah satu fondasi utama perekonomian masyarakat pedesaan di Indonesia adalah sektor pertanian. Tetapi keterbatasan lahan dan keterbatasan pengetahuan tentang teknik pertanian menghambat kemampuan produksi para petani untuk memperoleh price value yang memadai untuk memperoleh surplus pendapatan dari sektor pertanian. Apabila surplus tersebut tidak didapat maka harapan untuk meningkatkan kesejahteraan petani sulit diwujudkan.

Price value dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kuantitas dan juga kualitas produksi. Dalam kontek ini, untuk meningkatkan price value sektor pertanian dapat dilakukan dengan melakukan inovasi berorientasi pada produk dan inovasi berorientasi pada proses. Inovasi produk dapat dilakukan dengan beralih ke komoditi pertanian yang memiliki nilai jual (kualitas) yang lebih tinggi di pasaran. Inovasi proses dapat dilakukan dengan mengenalkan teknik bertani untuk dapat meningkatkan hasil produksi (kuantitas) dan juga mengajarkan teknik pengolahan hasil pertanian (kualitas).

Langkah berikutnya adalah pengembangan pasar. Tahap tersebut diperlukan untuk membangun rantai perekonomian daerah tersebut ke dalam rantai ekonomi yang lebih besar. Dengan demikian daerah tersebut dapat menarik energi dari luar sebagai penggerak pertumbuhan di daerah tersebut. Strategi pengembangan pasar yang merupakan bagian terintegrasi dari program pengembangan ekonomi masayarakat pedesaan tidak bisa dipisahkan.

Selain untuk memastikan bahwa komoditi yang dihasilkan dapat diserap dengan baik oleh pasar, keuntungan dari pengembangan pasar adalah untuk memperpendek rantai distribusi. Rantai distribusi yang pendek dapat memberikan kesempatan bagi para petani untuk memperkecil opportunity loss yang dapat hilang apabila entitas yang terlibat di rantai distribusi tersebut terlalu banyak. Bagian seseorang dari pembagian satu keranjang mangga untuk berdua tentunya akan lebih besar daripada bagian seseorang apabila satu keranjang mangga yang sama dibagi untuk berlima.

Kesimpulan, fokus paling mendasar dalam pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan adalah bagaimana meningkatkan price value dan bagaimana melakukan pengembangan pasar. Dengan langkah terintegrasi tersebut maka surplus pertanian baru dapat dicapai. Dengan surplus tersebut maka para petani masyarakat pedesaan baru memiliki energi untuk melakukan perubahan hidup secara mandiri di lingkungan yang juga berubah sangat dinamis.

Usaha Kecil dan Menengah

Usaha Kecil di Indonesia mempunyai cakupan yang luas meliputi seluruh sektor kegiatan ekonomi, sementara yang lazim kita jumpai di negara laian hanya membatasi pada industri kecil dan sebagian lagi memasukkan kegiatan jasa terutama kegiatan perdagangan eceran (dagang kecil). Definisi Usaha Kecil di Indonesia dikaitkan dengan ketentuan dalam UU No 9/1995 tentang usaha kecil, di mana usaha kecil adalah unit usaha yang tidak merupakn cabang usaha besar dan memiliki penjualan di bawah Rp. 1 milyar setahaun dan aset di luar tanah dan bangunan dibawah Rp. 200 juta,-. Sedangkan defininsi usaha menengah baru kemudian dikeluarkan melalui suatu Instruksi Presiden No 11/1999, yang menngolongkan usaha menengah hanya atas dasar kriteria aset di luar tanah dan bangunan antara Rp. 200 juta,- hingga Rp. 10 milyar. Disamping itu kita juga memiliki definisi industri sedang dan besar yang ditetapkan atas dasar jumlah tenaga kerja. Sementara perbankan menggunakan pengelompokan tersendiri sesuai dengan besaran kredit yang diberikan.

· Peran Usaha Kecil dan Menengah Dalam Perekonomian Indonesia

Keberadaan usaha kecil di tanah air kita memang mewakili hampir seluruh unit usaha di berbagai sektor ekonomi yang hidup dalam perekonomian kita, karena jumlahnya yang amat besar. Sampai saat ini usaha kecil mewakili sekitar 99,85 % dari jumlah unit usaha yang ada, sedangkan usaha menengah sebesar 0,14% saja, sehingga usaha besar hanya merupakan 0,01%. Dengan demikian corak perekonomian kita ditinjau dari subyek hukum pelaku usaha adalah ekonomi rakyat yang terdiri dari usaha kecil di berbagi sektor, terutama sektor pertanian dan perdagangan maupun jasa serta industri pengolahan.

Ditinjau dari posisi dalam mendukung tiga tujuan makro diatas, maka usaha kecil menempati posisi sangat strategis karena menyumbang lebih dari 88% penyerapan tenaga kerja. Posisi sangat penting untutk menjamin stabilitas makro, terutama stabilitas sosial yang akhir-akhir ini menjadi sangat kritis sebagai penentu kelangsungan pertumbuhan kita dan investasi baru untuk melangsungkan pertumbuhan. Dari data sumbangan sektorsektor yang dominan digerakkan ekonomi rakyat, maka jika masalah mendesak kita adalah kesempatan kerja seharusnya secara sungguh-sungguh investasi di bidang itu untuk memelihara pertumbuhan dan sekaligus menciptakan kesempatan kerja, serta memperkuat posisi ekspor kita di masa depan.

Di masa krisis usaha kecil dan menengah dinilai masih mampu bertahan, karena fleksibilitasnya dan ketidak tergantungannnya pada pembiayaan melalui kredit perbankan. Semasa krisis walaupun banyak UKM yang mengalami kesulitan, tetapi juga masih cukup banyak yang berkembang. Hal ini juga terlihat dari adanya perbaikan posisi usaha kecil dan menengah dalam struktur pembentukan PDB pada saat dan setelah krisis dibanding masa sebelum krisis di mana pangsa UKM dalam pembentukan PDB mengalami peningkatan (tabel I). Namun demikian pada akhir-akhir ini (tahun 2000) sesuai perkiraan BPS posisi usaha kecil kembali terancam, karena bangkitnya kembali usaha besar meskipun masih secara perlahan. Peringatan dini ini memerlukan pencermatan secara sungguh-sungguh untuk menghindari kekacauan akibat ketimpangan yang tidak dapat ditolelir lagi di masa datang. Salah satu usaha yang harus dikerjakan secara serius adalah dengan memusatkan investasi, paling tidak investasi yang komponen dorongan pemerintahnya cukup tinggi pada sektor-sektor yang langsung terkait dengan peningkatan nilai tambah bagi usaha kecil. Sektor kegiatan yang berkaitan dengan perkebunan, perikanan dan industri pengolahan adalah kegiatan yang sangat erat kaitannya dengan penciptaan kekuatan awal bagi usaha ekonomi rakyat untuk mendapatkan pangkalan untuk bergerak di usaha skala besar bernilai tambah tinggi. Hal ini juga akan membangun kesinambungan usaha ekonomi rakyat di sektor primer "yang lebih tradisional" menjangkau sektor pengolahan yang "modern".

Dari sisi sumbangan terhadap ekspor, masih terlihat belum mampunya usaha kecil mengimbangi pengusaha besar menembus pasar. Usaha kecil dan menengah hanya menyumbang sekitar 15% dari total ekspor kita. Penyumbang terbesar ekspor kita adalah industri pengolahan, namun usaha kecil dan menengah hanya mampu menyumbang kurang dari seperlima ekspor usaha besar, meskipun mungkin barang ekspor tersebut berasal dari usaha kecil. Menurut Tambunan (1999) keunggulan UKM dalam ekspor karena mengandalkan pada keahlian tangan (hand made), seperti pada kerajinan perhiasan dan ukiran kayu. Dan jenis kegiatan semacam ini lebih "labor intensive" di bidang usaha besar yang cenderung bersifat "capital intensive" 11. Prof. Urata (2000) melihat sejarah panjang keberadaan UKM di Indonesia dengan peran utama yaitu : Pertama, pemain utama dalam kegiatan ekonomi di Indonesai, Kedua, penyedia kesempatan kerja yang menaik, Ketiga, pemain penting dalam pengembangan ekonomi lokal dan pengembangan masyarakat, Keempat, pencipta pasar dan inovasi baru melalui fleksibilitas dan sentivitas UKM serta keterkaitan dinamis antar kegiatan perusahaan, dan Kelima, pemain dalam perbaikan neraca pembayaran internasional melalui peran yang semakin nyata dalam komposisi ekspor dan penghematan devisa melalui produk-produk subtitusi impor yang dikaitkan oleh UKM. Lebih jauh Urata memperlihatkan pentingnya industri pengolahan dan jasa perdagangan sebagai fokus perhatian untuk pemulihan ekonomi.

Ditinjau dari sudut pembiayaan memang sebagian besar usaha kecil lebih mengandalkan modal sendiri, atau hutang dagang yang dibangun atas dasar saling kepercayaan diantara mereka. Pembiayaan dari lembaga keuangan memang sebagian terbesar bersumber dari perbankan terutama kredit komersial (hampir 80%). Dengan keluarnya UU 23/1999 tentang Bank Indonesia dan rasionalis sistem perkreditan bagi program-program sektor maka kredit bagi UKM pada dasarnya akan tersedia melalui kredit komersial perbankan. Namun untuk usaha mikro dan usaha kecil peranan lembaga keuangan mikro dan koperasi (USP/KSP) akan menjadi semakin penting. Sampai dengan tahun 1999 USP/KSP telah melepaskan pinjaman sekitar 5,3 triliyun rupiah dan menjangkau 11 juta nasabah. Dengan demikian dari segi lembaga yang melayani usaha mikro dan usaha kecil secara garis besar dapat dibedakan menjadi empat jenis : (i) Lembaga kredit mikro (untuk usaha mikro dan informal); (ii) koperasi (USP/KSP) untuk produksi jasa dan komersial ; (iii) kredit mikro oleh BRI UDES dan BPR ; dan (iv) kredit kecil oleh bank.

· Contoh UKM

Sejumlah usaha kecil menengah (UKM) di kota Bekasi, Jawa Barat terpaksa menghentikan kegiatan produksi akibat menurunnya daya beli konsumen di samping produk yang kalah bersaing di pasaran. Jika masalah ini tidak segera ditanggulangi bisa terjadi kebangkrutan massal di sektor UKM sebagai dampak krisis ekonomi global. Jumlah mereka mencapai puluhan pelaku UKM dengan mayoritas sebagai usaha makanan olahan, bordiran dan boneka terpaksa menghentikan kegiatan opersional produksi. Faktor penyebabnya gara-gara krisis ekonomi global belum berakhir sehingga mereka belum bisa kembali berproduksi. Pihak dinas perindustrian dan perdagangan kota Bekasi akan mengkaji penghentian produksi UKM tersebut.Bila persoalan terkait permodalan akan dicarikan solusi.Jika menyangkut mutudiperlukan pelatihan. Namun demikian masih dianggap wajar bila dari 84.000u UKM di kota Bekasi ada beberapa yang tidak lagi berproduksi. Sebab usaha skala besar yang sudah ekspor sekalipun cukup banyak yang mengurangi aktivitasnya bahkan berhenti beroperasi.

UKM di kota Bekasi cukup banyak menyerap tenaga kerja dan penopang pertumbuhan ekonomi di daerah. Jumlah UKM terus meningkat secara signifikan atau mencapai lima sampai tujuh persen per tahun hingga tahun 2008. Pengelola UKM di kota Bekasi saat ini tengah melakukan pendataan menyangkut jenis usaha, volume, aset, peralatan, omset, pasar, kualitas SDM pekerja dan pemilik usaha.Jika formulir yang digulirkan diisi dan dikembalikan kepada petugas akan menjadi dasar pendataan yang lebih akurat dalam mengambil kebijakan mengantisipasi kebangkrutan massal di sektor UKM. Yang akan dilakukan amra lain melakukan pembekalan dalam bentuk pelatihan dan pembinaan yang diinginkan UKM. Sayangnya data yang tersedia di pemerintah kota Bekasi tentang pertumbuhan UKM belum lengkap.Tidak tersedia data lengkap dari pelaku usaha yang tergolong kecil yang kemudian berkembang jadi menengah sehingga menjadi kelemahan dalam mengambil kebijakan yang tepat. Karena itu, kebijakan yang didiambil masih dalam bentuk asumsi belaka.

Mereka bahkan tidak tahu be-rapa jumlah pelaku usaha sejak dari skala menengah berubah menjadi perusahaan besar atau UKM yang bangkrut akibat salah manajemen. Dinas Perindag memperkirakan, aset sekitar 84.000 UKM di kota Bekasi mencapai Rp 900 miliar lebih dengan penjualan per tahun mencapai Rp 2 triliun dengan keuntungan sebesar Rp 300 miliar. Berarti cukup besar dalam menyerap tenaga kerja jika UKM tidak gulung tikar sebagai dampak krisis ekomomi global yang menerpa negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, India, China dan Singapura.

Geliat Usaha Mikro Kecil Menengah Sebagai Motor Perekonomian Nasional Tahan Krisis Berkat Koalisi Strategis

JURNAL NASIONAL. Selama periode kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, salah satupencapaian terpenting pemerintahan terjadi di sektorusaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Bagaimana potret industri UMKM ke depan?

Tidak han"a tumbuh signifikan secara bisnis, namun, Kementerian Negera Kopera-rasi dan UKM juga sukses menggerakkan industri UMKM dan mele-satkan industri kreatif. Alhasil, industri ini menjadi sektor usaha yang mampu menjadi penopang stabilitas perekonomian nasional, meski Indonesia sempat diguncang krisis.

Tak bisa dipungkiri, UMKM dan sektor ekonomi kreatif berbasis budaya telah menjadi gelombang keempat dalam perkembangan ekonomi, setelah berlangsungnya era ekonomi pertanian, era ekonomi industri dan kemudian era ekonomi informasi. .Artinya, industri UMKM makin mampu memberikan kontribusi signifikan dan ikut menjadi penentu dan penopang pertumbuhan ekonomi nasional.

Dibawah kepemimpinan Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadharma Ali yang dibantu para deputi yang bekerja secara profesional dan proporsional, daya tahan pelaku UMKM saat menghadapi krisis makin baik.

Bahkan, mampu mengalahkan pebisnis besar. UMKM makin tahan banting dan tetap optimistis di tengah krisis. lihat saja, ketika terjadi krisis global di medio 2008, saat pebisnis besar goyah, dan gelisah, pelaku UKMKM tetap liat bergerak. Krisis, bagi pelaku UMKM justru jadi pemicu kreativitas dalam berbisnis.

Memang, ada beberapa industri yang kesulitan bertahan. Namun, kondisi itu terjadi bukan disebabkan mandegnya kreativitas. Ada hambatan lain yang menyulitkan UMKM sulit ekspansi, antara lain karena terganjal pembiayaan dari bank. Meski begitu, secara umum, sektor UMKM, tumbuh malari baik. Beberapa hambatan yang menyebabkan sulitnya UMKM berkembang sudah diatasi.

Dan, ini memang menjadi komitmen SBY-JK serta Mennegkop UKM Suryadhama Ali untuk menghilangkan hambatan yang menyulitkan pertumbuhan UMKM. Misalnya, birokrasi ang sangat menyulitkan UMKM mendapatkan modal yang memadai, kini telah digairahkan.

Yakni melalui pemberian rangsangan sesuai kemampuan APBN. Program ini berhasil dilaksanakan. Salah satu rangsangan itu, misalnya, pemberian stimulus fiskal bidang infrastruktur. Stimulus ini sukses menggerakkan UMKM dan menjamurkan industri kreatif.lihat saja, istilah ekonomi kreatif atau yang juga disebut industri kreatif, yang merupakan varian industri UMKM, semakin banyak dibicarakan oleh berbagai kalangan masyarakat, termasuk oleh pemerintah, pemerintah daerah dan dunia usaha.

Menurut Deputi Menteri Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Negara Koperasi dan UKM Ikhwan Asrin, dalam memasuki era ekonomi kreatif ini, pemerintah telah memetakan 14 sub sektor industri yang tercakup dalam kategori kreatif di antaranya kegiatan arsitektur, desain, kerajinan, fashion dan lain-lain.

"Kelebihan dari industri kreatif adalah pada karakteristiknya yang kuat, yang ditimbulkan dari ide-ide kreatif, talenta dan keterampilan para pelakunya, sehingga hasilnya selalu segar dan terbarukan (sustainable)," terang Ikhwan di kantornya, kepada Jurnal Nasional. Ikhwan menyebut, stimulus fiskal bidang infrastruktur yang dikucurkan adalah sebesar Rp 100 miliar.

Dana ini digunakan untuk revitalisasi 91 pasar tradisional dan 31 kawasan pedagang kaki lima di 87 kabupatenAota. Mengapa perlu pembenahan infrastruktur? Ikhwan berargumen, sekarang ini, pola berbelanja masyarakat mengalami perubahan. Mereka juga buruh kenyamanan saat berbelanja, tidak hanya harga yang terjangkau.

Selain itu, revitalisasi tersebut diharapkan akan menghapus kesan kumuh yang kerap muncul di pasar tradisional atau kawasan PKL. Menurut dia, sebaran pasar tradisional dan kawasan PKL yang akan dibenahi itu mencakup 32 provinsi, kecuali DKI Jakarta. Setiap bupati atau wali kota harus mengajukan permohonan pasar atau kawasan yang akan ditata tersebut.