Rabu, 04 November 2009

Perkembangan Moneter

Pertumbuhan tahunan likuiditas perekonomian (M2) dalam triwulan pertama tahun 1998 mencapai rata-rata di atas 50 persen. Interpretasi kenaikan likuiditas ini harus dilakukan dengan cermat karena tidak mencerminkan adanya kondisi ekonomi yang sedang melesu. Jika diamati komponen deposito berjangka dalam dollar yang cenderung menurun sejak bulan Agustus 1997, maka merosotnya nilai tukar Rupiah menjadi faktor utama kenaikan likuiditas perekonomian. (grafik 3)

alt

Lonjakan likuiditas perekonomian dalam situasi sektor riil yang lesu menyebabkan dorongan inflasi semakin kuat. Hal ini tercermin dari kenaikan inflasi yang mencapai 33,09 persen dalam periode Januari - April 1998. Dalam rangka menekan inflasi selama tahun 1998, Bank Indonesia telah menyusun program keuangan. Pertumbuhan likuiditas perekonomian direncanakan 16 persen dalam tahun 1998. Target ini akan dicapai melalui pengendalian uang primer (M0), daripada dengan cara membatasi pemberian kredit.

Pengendalian uang primer antara lain dilakukan dengan cara mengaktifkan perdagangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Suku bunga SBI dipertahankan pada tingkat yang relatif tinggi di atas 20 persen sejak bulan Januari 1998. Suku bunga SBI kemudian ditingkatkan lagi pada tanggal 23 Maret 1998, misalnya SBI 1 bulan dari 22 persen menjadi 45 persen (dengan tingkat bunga efektif tahunan sebesar 55 persen). Pada giliran selanjutnya dengan suku bunga perbankan yang tinggi diharapkan dapat menahan kecenderungan meningkatnya aliran modal keluar.

Selain itu pengendalian uang primer dilakukan dengan mengelola secara berhati-hati aset domestik. Dalam triwulan pertama tahun 1998 uang primer bertambah sekitar Rp 13 triliun. Efek ekspansi terutama berasal dari revaluasi aset luar negeri dan tagihan kepada bank umum. Sedangkan efek kontraksi ditimbulkan melalui operasi pasar terbuka.

Intervensi terhadap pasar valuta asing juga akan dilakukan untuk menstabilkan nilai tukar. Skala intervensi tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa jumlah cadangan devisa harus berada diatas sasaran bulanan maupun triwulanan. Pada akhir bulan April 1998 posisi cadangan devisa luar negeri bersih Bank Indonesia mencapai 14,3 miliar dollar AS yang berarti meningkat dibanding dengan posisi akhir Maret 1998 sebesar 13,2 miliar dollar AS.


Maret

April

Mei 1)

Uang primer

59.413

61.489

70.262

- uang kartal

45.096

44.820

46.579

- deposit bank di BI

13.270

15.749

22.736

Cadangan devisa bersih di BI *

92.256

100.165

102.841

Aktiva domestik bersih

-30.471

-37.702

-32.579

- tagihan pada pemerintah

-27.065

-27.624

-37.817

- tagihan pada BPPN

87.044

101.826

102.550

- kredit likuiditas

26.228

26.992

17.900

pada BULOG

15.155

15.598

6.403

- operasi pasar terbuka

-30.151

-45.302

-43.261

Tabel 2

* dengan kurs tetap Rp 7.000 per dollar AS

Penetapan sasaran cadangan devisa merupakan salah satu butir kesepakatan dalam Memorandum Tambahan antara Pemerintah Indonesia dengan IMF. Cadangan luar negeri bersih Bank Indonesia bersama-sama dengan aktiva domestik bersih disepakati menjadi indikator kinerja di bidang moneter.

Selain kedua indikator tersebut di atas, tagihan pada BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) juga merupakan indikator kinerja yang berkaitan dengan kondisi kesehatan perbankan. Tagihan pada BPPN cenderung meningkat sejak akhir bulan Maret 1998, yaitu dari posisi Rp 87,0 triliun menjadi Rp 102,6 triliun pada minggu ketiga bulan Mei 1998. Hal ini menunjukkan masih cukup besarnya bantuan likuiditas yang diperlukan oleh perbankan yang berada dalam pengawasan BPPN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar