Rabu, 04 November 2009

Usaha Kecil dan Menengah

Usaha Kecil di Indonesia mempunyai cakupan yang luas meliputi seluruh sektor kegiatan ekonomi, sementara yang lazim kita jumpai di negara laian hanya membatasi pada industri kecil dan sebagian lagi memasukkan kegiatan jasa terutama kegiatan perdagangan eceran (dagang kecil). Definisi Usaha Kecil di Indonesia dikaitkan dengan ketentuan dalam UU No 9/1995 tentang usaha kecil, di mana usaha kecil adalah unit usaha yang tidak merupakn cabang usaha besar dan memiliki penjualan di bawah Rp. 1 milyar setahaun dan aset di luar tanah dan bangunan dibawah Rp. 200 juta,-. Sedangkan defininsi usaha menengah baru kemudian dikeluarkan melalui suatu Instruksi Presiden No 11/1999, yang menngolongkan usaha menengah hanya atas dasar kriteria aset di luar tanah dan bangunan antara Rp. 200 juta,- hingga Rp. 10 milyar. Disamping itu kita juga memiliki definisi industri sedang dan besar yang ditetapkan atas dasar jumlah tenaga kerja. Sementara perbankan menggunakan pengelompokan tersendiri sesuai dengan besaran kredit yang diberikan.

· Peran Usaha Kecil dan Menengah Dalam Perekonomian Indonesia

Keberadaan usaha kecil di tanah air kita memang mewakili hampir seluruh unit usaha di berbagai sektor ekonomi yang hidup dalam perekonomian kita, karena jumlahnya yang amat besar. Sampai saat ini usaha kecil mewakili sekitar 99,85 % dari jumlah unit usaha yang ada, sedangkan usaha menengah sebesar 0,14% saja, sehingga usaha besar hanya merupakan 0,01%. Dengan demikian corak perekonomian kita ditinjau dari subyek hukum pelaku usaha adalah ekonomi rakyat yang terdiri dari usaha kecil di berbagi sektor, terutama sektor pertanian dan perdagangan maupun jasa serta industri pengolahan.

Ditinjau dari posisi dalam mendukung tiga tujuan makro diatas, maka usaha kecil menempati posisi sangat strategis karena menyumbang lebih dari 88% penyerapan tenaga kerja. Posisi sangat penting untutk menjamin stabilitas makro, terutama stabilitas sosial yang akhir-akhir ini menjadi sangat kritis sebagai penentu kelangsungan pertumbuhan kita dan investasi baru untuk melangsungkan pertumbuhan. Dari data sumbangan sektorsektor yang dominan digerakkan ekonomi rakyat, maka jika masalah mendesak kita adalah kesempatan kerja seharusnya secara sungguh-sungguh investasi di bidang itu untuk memelihara pertumbuhan dan sekaligus menciptakan kesempatan kerja, serta memperkuat posisi ekspor kita di masa depan.

Di masa krisis usaha kecil dan menengah dinilai masih mampu bertahan, karena fleksibilitasnya dan ketidak tergantungannnya pada pembiayaan melalui kredit perbankan. Semasa krisis walaupun banyak UKM yang mengalami kesulitan, tetapi juga masih cukup banyak yang berkembang. Hal ini juga terlihat dari adanya perbaikan posisi usaha kecil dan menengah dalam struktur pembentukan PDB pada saat dan setelah krisis dibanding masa sebelum krisis di mana pangsa UKM dalam pembentukan PDB mengalami peningkatan (tabel I). Namun demikian pada akhir-akhir ini (tahun 2000) sesuai perkiraan BPS posisi usaha kecil kembali terancam, karena bangkitnya kembali usaha besar meskipun masih secara perlahan. Peringatan dini ini memerlukan pencermatan secara sungguh-sungguh untuk menghindari kekacauan akibat ketimpangan yang tidak dapat ditolelir lagi di masa datang. Salah satu usaha yang harus dikerjakan secara serius adalah dengan memusatkan investasi, paling tidak investasi yang komponen dorongan pemerintahnya cukup tinggi pada sektor-sektor yang langsung terkait dengan peningkatan nilai tambah bagi usaha kecil. Sektor kegiatan yang berkaitan dengan perkebunan, perikanan dan industri pengolahan adalah kegiatan yang sangat erat kaitannya dengan penciptaan kekuatan awal bagi usaha ekonomi rakyat untuk mendapatkan pangkalan untuk bergerak di usaha skala besar bernilai tambah tinggi. Hal ini juga akan membangun kesinambungan usaha ekonomi rakyat di sektor primer "yang lebih tradisional" menjangkau sektor pengolahan yang "modern".

Dari sisi sumbangan terhadap ekspor, masih terlihat belum mampunya usaha kecil mengimbangi pengusaha besar menembus pasar. Usaha kecil dan menengah hanya menyumbang sekitar 15% dari total ekspor kita. Penyumbang terbesar ekspor kita adalah industri pengolahan, namun usaha kecil dan menengah hanya mampu menyumbang kurang dari seperlima ekspor usaha besar, meskipun mungkin barang ekspor tersebut berasal dari usaha kecil. Menurut Tambunan (1999) keunggulan UKM dalam ekspor karena mengandalkan pada keahlian tangan (hand made), seperti pada kerajinan perhiasan dan ukiran kayu. Dan jenis kegiatan semacam ini lebih "labor intensive" di bidang usaha besar yang cenderung bersifat "capital intensive" 11. Prof. Urata (2000) melihat sejarah panjang keberadaan UKM di Indonesia dengan peran utama yaitu : Pertama, pemain utama dalam kegiatan ekonomi di Indonesai, Kedua, penyedia kesempatan kerja yang menaik, Ketiga, pemain penting dalam pengembangan ekonomi lokal dan pengembangan masyarakat, Keempat, pencipta pasar dan inovasi baru melalui fleksibilitas dan sentivitas UKM serta keterkaitan dinamis antar kegiatan perusahaan, dan Kelima, pemain dalam perbaikan neraca pembayaran internasional melalui peran yang semakin nyata dalam komposisi ekspor dan penghematan devisa melalui produk-produk subtitusi impor yang dikaitkan oleh UKM. Lebih jauh Urata memperlihatkan pentingnya industri pengolahan dan jasa perdagangan sebagai fokus perhatian untuk pemulihan ekonomi.

Ditinjau dari sudut pembiayaan memang sebagian besar usaha kecil lebih mengandalkan modal sendiri, atau hutang dagang yang dibangun atas dasar saling kepercayaan diantara mereka. Pembiayaan dari lembaga keuangan memang sebagian terbesar bersumber dari perbankan terutama kredit komersial (hampir 80%). Dengan keluarnya UU 23/1999 tentang Bank Indonesia dan rasionalis sistem perkreditan bagi program-program sektor maka kredit bagi UKM pada dasarnya akan tersedia melalui kredit komersial perbankan. Namun untuk usaha mikro dan usaha kecil peranan lembaga keuangan mikro dan koperasi (USP/KSP) akan menjadi semakin penting. Sampai dengan tahun 1999 USP/KSP telah melepaskan pinjaman sekitar 5,3 triliyun rupiah dan menjangkau 11 juta nasabah. Dengan demikian dari segi lembaga yang melayani usaha mikro dan usaha kecil secara garis besar dapat dibedakan menjadi empat jenis : (i) Lembaga kredit mikro (untuk usaha mikro dan informal); (ii) koperasi (USP/KSP) untuk produksi jasa dan komersial ; (iii) kredit mikro oleh BRI UDES dan BPR ; dan (iv) kredit kecil oleh bank.

· Contoh UKM

Sejumlah usaha kecil menengah (UKM) di kota Bekasi, Jawa Barat terpaksa menghentikan kegiatan produksi akibat menurunnya daya beli konsumen di samping produk yang kalah bersaing di pasaran. Jika masalah ini tidak segera ditanggulangi bisa terjadi kebangkrutan massal di sektor UKM sebagai dampak krisis ekonomi global. Jumlah mereka mencapai puluhan pelaku UKM dengan mayoritas sebagai usaha makanan olahan, bordiran dan boneka terpaksa menghentikan kegiatan opersional produksi. Faktor penyebabnya gara-gara krisis ekonomi global belum berakhir sehingga mereka belum bisa kembali berproduksi. Pihak dinas perindustrian dan perdagangan kota Bekasi akan mengkaji penghentian produksi UKM tersebut.Bila persoalan terkait permodalan akan dicarikan solusi.Jika menyangkut mutudiperlukan pelatihan. Namun demikian masih dianggap wajar bila dari 84.000u UKM di kota Bekasi ada beberapa yang tidak lagi berproduksi. Sebab usaha skala besar yang sudah ekspor sekalipun cukup banyak yang mengurangi aktivitasnya bahkan berhenti beroperasi.

UKM di kota Bekasi cukup banyak menyerap tenaga kerja dan penopang pertumbuhan ekonomi di daerah. Jumlah UKM terus meningkat secara signifikan atau mencapai lima sampai tujuh persen per tahun hingga tahun 2008. Pengelola UKM di kota Bekasi saat ini tengah melakukan pendataan menyangkut jenis usaha, volume, aset, peralatan, omset, pasar, kualitas SDM pekerja dan pemilik usaha.Jika formulir yang digulirkan diisi dan dikembalikan kepada petugas akan menjadi dasar pendataan yang lebih akurat dalam mengambil kebijakan mengantisipasi kebangkrutan massal di sektor UKM. Yang akan dilakukan amra lain melakukan pembekalan dalam bentuk pelatihan dan pembinaan yang diinginkan UKM. Sayangnya data yang tersedia di pemerintah kota Bekasi tentang pertumbuhan UKM belum lengkap.Tidak tersedia data lengkap dari pelaku usaha yang tergolong kecil yang kemudian berkembang jadi menengah sehingga menjadi kelemahan dalam mengambil kebijakan yang tepat. Karena itu, kebijakan yang didiambil masih dalam bentuk asumsi belaka.

Mereka bahkan tidak tahu be-rapa jumlah pelaku usaha sejak dari skala menengah berubah menjadi perusahaan besar atau UKM yang bangkrut akibat salah manajemen. Dinas Perindag memperkirakan, aset sekitar 84.000 UKM di kota Bekasi mencapai Rp 900 miliar lebih dengan penjualan per tahun mencapai Rp 2 triliun dengan keuntungan sebesar Rp 300 miliar. Berarti cukup besar dalam menyerap tenaga kerja jika UKM tidak gulung tikar sebagai dampak krisis ekomomi global yang menerpa negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, India, China dan Singapura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar