Rabu, 04 November 2009

Perkembangan Keuangan Negara

Kondisi keuangan negara juga terpengaruh dengan adanya krisis ekonomi seperti yang tercermin dari realisasi APBN 1997/98. Realisasi penerimaan nonmigas sedikit lebih rendah dari yang direncanakan, karena tidak tercapainya sasaran penerimaan dari pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), dan bea masuk. Penerimaan dari ketiga sumber tersebut merosot pada semester II.

Sementara itu pada sisi pengeluaran terjadi lonjakan realisasi sekitar Rp 22 triliun. Kenaikan sebesar Rp 10 triliun berasal dari meningkatnya pembayaran pokok dan bunga hutang luar negeri, belanja barang luar negeri, dan belanja lain-lain (subsidi bahan bakar minyak). Penyebab kenaikan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah yang mencapai sekitar 75 persen selama semester II tahun 1997/98.

Dengan perkembangan tersebut di atas, tabungan pemerintah tahun 1997/98 sedikit berkurang dari yang direncanakan, yaitu sekitar Rp 23,6 triliun. Dalam APBN 1998/99 tabungan pemerintah diharapkan mencapai Rp 17,1 triliun.

Pertumbuhan ekonomi yang melambat dalam tahun 1998 telah dipertimbangkan dalam APBN1998/99. Pada sisi penerimaan dalam negeri, pengaruh krisis ekonomi tercermin dari perkiraan menurunnya penerimaan dari pajak penghasilan. Sumber penerimaan bukan pajak yaitu berupa penjualan saham BUMN sebesar Rp 14,3 triliun diharapkan mampu menutup kemungkinan penurunan penerimaan dari pajak. (gambar 4)

alt

Pada sisi pengeluaran negara, beban pembayaran hutang luar negeri mencapai lebih dari sepertiga pengeluaran rutin dalam APBN 1998/99. Sebagai akibatnya terjadi pengurangan alokasi untuk pos yang lain. Pembayaran hutang dan pengeluaran rutin lainnya, yang sebagian besar merupakan subsidi BBM, diperkirakan realisasinya lebih besar dengan nilai tukar rupiah yang tetap merosot. Jika hal ini terjadi maka ak an lebih memperkecil tabungan pemerintah yang merupakan sumber pembiayaan rupiah. Untuk mengantisipasi hal ini maka diperlukan bantuan luar negeri berupa bantuan program yang memungkinkan penggunaannya dalam rupiah. Pada tahun anggaran 1998/99 diperoleh bantuan program sebesar Rp 8,5 triliun. Jenis bantuan ini terakhir diperoleh pemerintah pada tahun 1992/93. (gambar 5)

alt

Jumlah anggaran pembangunan yang terbatas dalam tahun 1998/99 diharapkan berperan besar dalam mencapai prioritas utama kabinet reformasi pembangunan, yaitu (1) ketersediaan dan keterjangkauan bahan makanan dan kebutuhan pokok masyarakat, dan (2) berputarnya kembali roda perekonomian nasional. Perkembangan masalah ekonomi yang berbeda dengan perkiraan pada waktu penyusunan APBN, mendorong perlunya peninjauan kembali alokasi anggaran menurut sektor-sektor pembangunan. Selain sektor yang berkaitan erat dengan penyediaan sembilan bahan pokok, seperti subsektor pertanian bahan pangan, maka sektor yang membangkitkan lapangan kerja perlu menjadi prioritas pula, seperti sektor industri kerajinan rakyat. (Bob)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar